Saturday, March 28, 2020

Sayyidah Zainab bt Ali.

Part 1.
Sang Tuan Putri Penjaga Negeri.

يا ست يا حارسة البلد

Kurang lebih artinya :

"Wahai Tuan putri penjaga Negri"

Begitulah julukan yang disematkan warga Mesir untuk Sayyidah Zainab binti Sayyidina Imam Ali bin Abi Thalib. (Sayyidah Zainab al Kubro). Beliau lahir di tanggal 5 bulan Sya'ban tahun 5 Hijriyah di Madinah al Munawwarah. Ada riwayat lain yang mengatakan beliau lahir di tahun 6 Hijriyah.

Zainab bermakna : Kuat, lemah lembut dan cerdas. Ketika Sayiidah Fatimah Azzhra' berkata kepada suaminya, Sayyidna Ali " Berikanlah ia (Zainab) nama, Imam Ali berkata : "Saya tidak mungkin mendahului Rasulullah Saw. dalam pemberian nama ini, kemudian diberikanya kepada Rasulullah Saw dan memberikanya nama Zainab, untuk mengingat nama putri Rasulullah Sayidah Zainab yang syahidah ketika perang Badar.

Termasuk dari adat Ahlul Bait adalah menyambung nasab dan juga mengulangi nama saudaranya. Dari situlah banyak perselisihan yang terjadi antara para sejarawan dalam penamaan tokoh ahlul bait itu sendiri.

Dalam sebuah risalah yang berjudul "Akhbar azZainabat" karangan Ubaidili, yang mana risalah ini menjelaskan tentang semua biografi tokoh yang bernama Zainab dari golongan ahlul baeit ataupun bukan, beliau meberikan biografi kepada Sayyidah Zainab binti Imam Ali dengan sebutan Zainab Kubro, kemudian saudarinya Zainab Wustho dan Sughro.

Permasalahan ini pernah menjadi topik hangat di era tahun 30_an, yang mana terjadi antara ulama Mesir dan para Sejarawanya dengan Mufti saat itu, Syeikh Bukhit al Muthi'i. Seperti yang direkam oleh Imam Roid Syeikh Zakiy Ibrohim dalam risalah singkatnya yang berjudul "Asyhar Azzainabat Assyarifat" di halaman 6 dari risalah itu beliau menuliskan secara ringkas redaksi tersebut.

Kala itu di bulan Sya'ban 1351 H, bertepatan dengan tahun 1932 M. Tersebarlah hura hara wahabi yang meragukan kebenaran makam Sayyidah Zaibab, karena itu Sayyid Muhammad Taufiq yang menjabat sebagai menteri dalam negri kala itu meminta fatwa akan kebenaran Makam Sayyidah Zainab yang kita ketahui sampai saat ini.

Syeikh Bukhit al Muthi'i, Mufti agung Mesir kala itu menjawab bahwasanya yang dimakamkan disitu adalah Sayyidah Zainab binti Yahya bin Zaid bin Ali bin Imam Husein dan bukanlah Sayyidah Zainab saudari Imam Hasan dan Husein. Apabila ada pendapat yang mengatakan bahwa itu Sayyidah Zainab putri Imam Ali maka itu kemungkinan bukan putri secara langsung. Beliau pun mengukuhkan jawabanya berlandaskan banyak pendapat dan riwayat yang ada. Salah satunya dari riwayat Ibnu Jubair bahwa yang disemayamkan di (masjidnya sekarang)  adalah Sayyidah Zainab binti Yahya bin Zaid bin Ali bin Imam Husein dan bukanlah Sayyidah Zainab binti Imam Ali saudari Imam Hasan dan Husein.

Perselisihan pendapat terjadi kala itu, akan tetapi para ulama rabbani selalu memberikan contoh dalam menyikapi setiap perbedaan yang ada. Salah satu sejarawan terkemuka di era itu yaitu al Marhum Hasan Qasim keberatan atas jawaban sang mufti, kemudian beliau membantah dengan beberapa argumen yang sangat ilmiah. Beliau menukil pendapat yang menguatkan kebenaran bahwa Sayyidah Zainab binti Imam Ali lah yang disemayamkan disitu.

Salah satunya beliau nukil dari pendapat al Faqih al Muarrikh Muhammad Kuhan al Fasi. Kemudian dengan pendapat Sakhowi yang mencatat bahwasanya al Hakim bi Amrillah kala menjabat, pernah membangun beberapa petilasan sejarah yang ada di Mesir, salah satunya yaitu Makam Sayyidah Zainab ini. Juga dari pendapat Asyarif Azzurqani yang diruntutukan dari pengujian nasab, dari kitab beliau Bahru al Ansab. (baca lebih lanjut di kitab Maulana Syeikh Zakiy Ibrohim yang berjudul Asyhar Azzainabat Assyarifat").

Hasil inti dari perbedaan panjang diatas adalah pengukuhan akan kebenaran pendapat bahwa yang dimakamkan di (Masjid Sayidah Zainab sekarang) adalah Sayyidah Zainab binti Imam Ali bin Abi Tholib. Adapun riwayat sejarah dari Ibnu Jubair kala ia ziarahi adalah Sayidah Zainab binti Yahya al Mutawwaj bin al Hasan bin Zaid bin Imam Hasan bin Imam Ali bin Abi tholib, maqqamnya berada di Qorofah arah timur dari Makam Imam Syafi'i.

Bagi kita, dimanapun beliau dimakamkan, mencintai ahlul beit adalah kewajiban yang telah mendarah daging dalam aqidah aswaja dan masyarakat Mesir khususnya. Hal itu juga dikuatkan dalam risalah Imam Suyuthi yang bejudul " al Ajajah azzarnabiyyah fi Assulalah Azzainabiyah". Dikuatkan didalamnya bahwa keturunan Sayyidah Zainab merupakan ahlul beit yang mulia bersandarkan dari hadist riwayat Imam Muslim.

Adapun beberapa nama Zainab (selain dari putri Imam Ali bin Abi Thalib)  dari ahlul bait yang disemayamkan di Mesir diantaranya:

1. Sayyidah Zainab binti Sayyidi Yahya al Mutawwaj bil anwar). Dia adalah keponakan dari Sayyidah Nafisah binti Sayyidi Hasan al Anwar.

2. Sayyidah Zainab al Hanafiyah binti Ahmad bin Abdullah bin Ja'far bin Muhammad bin al Hanafiyyah dari keturunan Imam Ali bin Abi Thalib. Makam beliau di (Bab Nasr) daerah Qorofah.

3. Sayyidah Zainab binti Sayyidi Abdullah al Mahd. Yang terkenal dengan sebutan Sayyidah Fatimah Nabawiyyah di kota Abbasea Kairo. Berada di dekat Qism Surtoh al Waili, juga dinisbatkan nama jalan yang ada disitu dari nama beliau.

4. Sayyidah Zainab binti Hasan bin Ibrohim dari nasab Sayyidi Ismail al Musallast bin Ahmad bin Ismail al Mutsanna bin Muhammad bin Ismail al Imam bin Imam Jakfar Assodiq. Disemayamkan bersama kakeknya (Ibrohim) di Kairo.

5. Sayyidah Zainab binti Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Muhammad bin Yahya bin Idris bin Abdullah al Mahd bin Hasan al Mutsanna bin Imam Hasan bin Imam Ali bin Abi Thalib. Makam beliau di daerah pemakaman yang berada di sekitar Makam Sayyidah Nafisah Ra. Makam beliau hampir sering dilalaikan dari para peziarah.

6.Sayyidah Zainab al Kultsumiyah dari keturunan al Qasim attayyib bin Muhammad al Ma'mun. Makam beliau di daerah pemakaman Imam Laits.

7. Sayyidah Zainab binti Hasyim bin Husein bin Muhammad bin Husein bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Ismail bin al A'raj bin Ja'far Asshodiq.

8. Sayyidah Zainab binti Musa al Kazim, konon makam beliau sudah tidak beratsar.

Referensi :
1. Risalah Azzainabat Asyarifat karya Maulana al Imam Arrroid Syeikh Zakiy Ibrohim.
2. Kitab Maroqid Ahlul Beit fil Qohiroh karya Maulana al Imam Arrroid Syeikh Zakiy Ibrohim.
3. Kitab Badruttamam fi ali al Bait Annabiy al Kirom Karya Syeikh Hisyam Kamil Asyafi'i al Azhari.
4. Beberapa catatan sejarah Sayidah Zainab


Part 1.
Sang Tuan Putri Penjaga Negeri.

يا ست يا حارسة البلد

Kurang lebih artinya :

"Wahai Tuan putri penjaga Negri"

Begitulah julukan yang disematkan warga Mesir untuk Sayyidah Zainab binti Sayyidina Imam Ali bin Abi Thalib. (Sayyidah Zainab al Kubro). Beliau lahir di tanggal 5 bulan Sya'ban tahun 5 Hijriyah di Madinah al Munawwarah. Ada riwayat lain yang mengatakan beliau lahir di tahun 6 Hijriyah.

Zainab bermakna : Kuat, lemah lembut dan cerdas. Ketika Sayiidah Fatimah Azzhra' berkata kepada suaminya, Sayyidna Ali " Berikanlah ia (Zainab) nama, Imam Ali berkata : "Saya tidak mungkin mendahului Rasulullah Saw. dalam pemberian nama ini, kemudian diberikanya kepada Rasulullah Saw dan memberikanya nama Zainab, untuk mengingat nama putri Rasulullah Sayidah Zainab yang syahidah ketika perang Badar.

Termasuk dari adat Ahlul Bait adalah menyambung nasab dan juga mengulangi nama saudaranya. Dari situlah banyak perselisihan yang terjadi antara para sejarawan dalam penamaan tokoh ahlul bait itu sendiri.

Dalam sebuah risalah yang berjudul "Akhbar azZainabat" karangan Ubaidili, yang mana risalah ini menjelaskan tentang semua biografi tokoh yang bernama Zainab dari golongan ahlul baeit ataupun bukan, beliau meberikan biografi kepada Sayyidah Zainab binti Imam Ali dengan sebutan Zainab Kubro, kemudian saudarinya Zainab Wustho dan Sughro.

Permasalahan ini pernah menjadi topik hangat di era tahun 30_an, yang mana terjadi antara ulama Mesir dan para Sejarawanya dengan Mufti saat itu, Syeikh Bukhit al Muthi'i. Seperti yang direkam oleh Imam Roid Syeikh Zakiy Ibrohim dalam risalah singkatnya yang berjudul "Asyhar Azzainabat Assyarifat" di halaman 6 dari risalah itu beliau menuliskan secara ringkas redaksi tersebut.

Kala itu di bulan Sya'ban 1351 H, bertepatan dengan tahun 1932 M. Tersebarlah hura hara wahabi yang meragukan kebenaran makam Sayyidah Zaibab, karena itu Sayyid Muhammad Taufiq yang menjabat sebagai menteri dalam negri kala itu meminta fatwa akan kebenaran Makam Sayyidah Zainab yang kita ketahui sampai saat ini.

Syeikh Bukhit al Muthi'i, Mufti agung Mesir kala itu menjawab bahwasanya yang dimakamkan disitu adalah Sayyidah Zainab binti Yahya bin Zaid bin Ali bin Imam Husein dan bukanlah Sayyidah Zainab saudari Imam Hasan dan Husein. Apabila ada pendapat yang mengatakan bahwa itu Sayyidah Zainab putri Imam Ali maka itu kemungkinan bukan putri secara langsung. Beliau pun mengukuhkan jawabanya berlandaskan banyak pendapat dan riwayat yang ada. Salah satunya dari riwayat Ibnu Jubair bahwa yang disemayamkan di (masjidnya sekarang)  adalah Sayyidah Zainab binti Yahya bin Zaid bin Ali bin Imam Husein dan bukanlah Sayyidah Zainab binti Imam Ali saudari Imam Hasan dan Husein.

Perselisihan pendapat terjadi kala itu, akan tetapi para ulama rabbani selalu memberikan contoh dalam menyikapi setiap perbedaan yang ada. Salah satu sejarawan terkemuka di era itu yaitu al Marhum Hasan Qasim keberatan atas jawaban sang mufti, kemudian beliau membantah dengan beberapa argumen yang sangat ilmiah. Beliau menukil pendapat yang menguatkan kebenaran bahwa Sayyidah Zainab binti Imam Ali lah yang disemayamkan disitu.

Salah satunya beliau nukil dari pendapat al Faqih al Muarrikh Muhammad Kuhan al Fasi. Kemudian dengan pendapat Sakhowi yang mencatat bahwasanya al Hakim bi Amrillah kala menjabat, pernah membangun beberapa petilasan sejarah yang ada di Mesir, salah satunya yaitu Makam Sayyidah Zainab ini. Juga dari pendapat Asyarif Azzurqani yang diruntutukan dari pengujian nasab, dari kitab beliau Bahru al Ansab. (baca lebih lanjut di kitab Maulana Syeikh Zakiy Ibrohim yang berjudul Asyhar Azzainabat Assyarifat").

Hasil inti dari perbedaan panjang diatas adalah pengukuhan akan kebenaran pendapat bahwa yang dimakamkan di (Masjid Sayidah Zainab sekarang) adalah Sayyidah Zainab binti Imam Ali bin Abi Tholib. Adapun riwayat sejarah dari Ibnu Jubair kala ia ziarahi adalah Sayidah Zainab binti Yahya al Mutawwaj bin al Hasan bin Zaid bin Imam Hasan bin Imam Ali bin Abi tholib, maqqamnya berada di Qorofah arah timur dari Makam Imam Syafi'i.

Bagi kita, dimanapun beliau dimakamkan, mencintai ahlul beit adalah kewajiban yang telah mendarah daging dalam aqidah aswaja dan masyarakat Mesir khususnya. Hal itu juga dikuatkan dalam risalah Imam Suyuthi yang bejudul " al Ajajah azzarnabiyyah fi Assulalah Azzainabiyah". Dikuatkan didalamnya bahwa keturunan Sayyidah Zainab merupakan ahlul beit yang mulia bersandarkan dari hadist riwayat Imam Muslim.

Adapun beberapa nama Zainab (selain dari putri Imam Ali bin Abi Thalib)  dari ahlul bait yang disemayamkan di Mesir diantaranya:

1. Sayyidah Zainab binti Sayyidi Yahya al Mutawwaj bil anwar). Dia adalah keponakan dari Sayyidah Nafisah binti Sayyidi Hasan al Anwar.

2. Sayyidah Zainab al Hanafiyah binti Ahmad bin Abdullah bin Ja'far bin Muhammad bin al Hanafiyyah dari keturunan Imam Ali bin Abi Thalib. Makam beliau di (Bab Nasr) daerah Qorofah.

3. Sayyidah Zainab binti Sayyidi Abdullah al Mahd. Yang terkenal dengan sebutan Sayyidah Fatimah Nabawiyyah di kota Abbasea Kairo. Berada di dekat Qism Surtoh al Waili, juga dinisbatkan nama jalan yang ada disitu dari nama beliau.

4. Sayyidah Zainab binti Hasan bin Ibrohim dari nasab Sayyidi Ismail al Musallast bin Ahmad bin Ismail al Mutsanna bin Muhammad bin Ismail al Imam bin Imam Jakfar Assodiq. Disemayamkan bersama kakeknya (Ibrohim) di Kairo.

5. Sayyidah Zainab binti Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Muhammad bin Yahya bin Idris bin Abdullah al Mahd bin Hasan al Mutsanna bin Imam Hasan bin Imam Ali bin Abi Thalib. Makam beliau di daerah pemakaman yang berada di sekitar Makam Sayyidah Nafisah Ra. Makam beliau hampir sering dilalaikan dari para peziarah.

6.Sayyidah Zainab al Kultsumiyah dari keturunan al Qasim attayyib bin Muhammad al Ma'mun. Makam beliau di daerah pemakaman Imam Laits.

7. Sayyidah Zainab binti Hasyim bin Husein bin Muhammad bin Husein bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Ismail bin al A'raj bin Ja'far Asshodiq.

8. Sayyidah Zainab binti Musa al Kazim, konon makam beliau sudah tidak beratsar.

Referensi :
1. Risalah Azzainabat Asyarifat karya Maulana al Imam Arrroid Syeikh Zakiy Ibrohim.
2. Kitab Maroqid Ahlul Beit fil Qohiroh karya Maulana al Imam Arrroid Syeikh Zakiy Ibrohim.
3. Kitab Badruttamam fi ali al Bait Annabiy al Kirom Karya Syeikh Hisyam Kamil Asyafi'i al Azhari.
4. Beberapa catatan sejarah Sayidah Zainab


Monday, March 23, 2020

Imam Abu Hassan Asyazuli.

IMAM ABUL HASAN ASY-SYAZILI
(Pengasas Tarekat Syaziliyyah)

Syeikh Abul Hasan Asy-Syazili (bahasa Arab: أبو الحسن الشاذلي) (lahir Ghumarah, Maroko, 593H/1197 - wafat Humaitsara, Mesir, 656H/ 1258M) adalah pengasas Tarekat Syadziliyah yang merupakan salah satu tarekat sufi terkemuka di dunia. Beliau lahir di desa Ghumarah, dekat kota Sabtah, daerah Maghribi (sekarang termasuk wilayah Moroko, Afrika Utara) pada tahun 593 H/1197 M.Amalan doanya yang paling terkenal ialah Hizbul Bahr. Anak murid beliau yang paling utama ialah Imam Abul Abbas al-Mursi.

Biografi
Namanya lengkapnya adalah Abul Hasan Asy-Syadzili Al-Hasani. Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili adalah pendiri Tarekat Syadziliyah. Nasab atau garis keturunan Abul Hasan Asy-Syadzili bersambung sampai dengan Rasulullah SAW.

Berikut ini nasab Abu Hasan Asy-Syadzili: Abul Hasan, bin Abdullah Abdul Jabbar, bin Tamim, bin Hurmuz, bin Hatim, bin Qushay, bin Yusuf, bin Yusya', bin Ward, bin Baththal, bin Ahmad, bin Muhammad, bin Isa, bin Muhammad, bin Hasan, bin Ali bin Abi Thalib suami Fatimah binti  Rasulullah Saw

Sebagian besar sumber yang berbicara tentang sejarah Asy-Syadzili sepakat bahwa dia lahir di negeri Maghribi pada tahun 593 H (1197 M), di sebuah desa yang bernama Ghumarah, dekat kota Sabtah (sekarang kota Ceuta,berdekatan Sepanyol di Afrika Utara). Dia tumbuh di desa ini. Dia menghafal Al-Quran Al-Karim dan mulai mempelajari ilmu syariat. Kemudian dia pergi ke kota Tunisia ketika masih sangat muda. Dia tinggal di sebuah desa yang bernama Syadzilah. Oleh kerana itu, beliau dinisbatkan kepada desa tersebut meskipun dia tidak berasal dari sana, sebagaimana dikatakan oleh penulis al-Qamus. Ada juga yang mengatakan bahawa beliau dinisbatkan kepada desa tersebut kerana beliau tekun beribadah di sana.

Ciri-ciri peribadi

Asy-Syadzili berkulit sawo matang, berbadan kurus, perawakannya tinggi, pipinya tipis, jari-jari kedua tangannya panjang, dan lidahnya fasih serta perkataannya baik. Dia tidak terlalu membatasi diri dalam makan dan minum. Dia selalu mengenakan pakaian yang indah setiap kali memasuki masjid. Dia tidak pernah terlihat memakai baju-baju bertampalan sebagaimana yang dipakai oleh sebagian sufi, bahkan selalu mengenakan pakaian bagus. Beliau menyukai kuda, memelihara, dan menungganginya. Dia selalu menasihatkan untuk bersikap sederhana.

Syekh Abu Hasan Al Syadzili tentu tidak ada yang meragukan kezuhudannya, beliau adalah seorang mursyid bahkan pengasas dari aliran tarekat Syadziliyah namun kehidupan beliau sangat memperhatikan pakaian dan penampilan. Rumah beliau bagus, tanah pertaniannya luas, dan memiliki kuda-kuda yang kuat dan tegap. Kerana baginya kesufian adalah gerak batin seorang hamba, harta dan kekayaan boleh ada ditangan tetapi jangan sampai melekat dan ada di dalam hati.

Suatu ketika Syekh Abu Hasan Al Syadzili ditanya oleh seseorang mengapa penampilannya mewah dan menaiki kereta kuda yang indah, padahal dia adalah seorang ulama sufi ?, maka beliau menjawab bahawa agar ia tidak terkesan sebagai orang yang perlu kepada orang lain, karena hanya kepada Allahlah kita menggantungkan kebutuhan. Belia juga pernah berkata kepada muridnya Abu Abbas Al Mursyi, “Kenalilah Allah, lalu hiduplah sesukamu”

Abu Hasan Al Syadzili juga berpesan kepada murid-muridnya,

“Anakku dinginkan air yang akan kau minum. Sebab, jika kau minum air hangat lalu mengucap Alhamdulillah; tak ada semangat dalam ucapanmu itu. Berbeza jika kau meminum air dingin, lalu mengucap Alhamdulillah; niscaya seluruh organ tubuhmu turut mengucap Alhamdulillah.”

Begitulah cara al-Imam Abu Hasan asy-Syadzili memandang kehidupan seorang mu’min harus selaras dengan do’a yang selalu dibacanya “Fi addun-ya hasanah wa fil akhiroti hasanah” bahagia dunia akhirat.

Ajaran Syadziliyah yang beliau dirikan tidaklah berbeda dengan ajaran-ajaran ulama tasawuf lainnya, tentu yang paling pokok ajaran itu tidak menyimpang dari petunjuk Al Qur’an dan sunnah-sunnah Rasulullah SAW. Syekh Abu Hasan menekankan kepada murid-muridnya untuk menapaki jalan ma’rifat dan mahabbah kepada Allah SWT. Kerana siapa yang mencintai Allah, mencintai kerana Allah, bererti telah sempurna kewaliannya dan tidak terjebak pada kelazatan duniawi yang palsu. Al hubb lillah, wa fillah , cinta kerana Allah, dan bersama Allah menjadi bahagian terpenting bagi seorang hamba dalam bersuluk kepada-Nya.

Harta Kekayaan menurut Imam As-Syadzili

Pada suatu hari ada seseorang yang hendak bertemu dengan Imam Abu Hasan Ali Al-Syadzili di rumahnya. Kerana belum tahu rumahnya ia bertanya kepada orang lain, orang itu segera menuju ke tempat yang ditunjukkan, begitu sampai ke alamat yang dituju ia tidak jadi masuk ke rumah itu, kerana ia mendapatkan sebuah bangunan rumah bagai istana raja yang sangat mewah dan megah.

Dia tidak percaya kalau itu rumah itu tempat tinggal Imam As-Syadzili yang dicarinya. Dalam hatinya ia yakin bahawa seorang wali tidak akan hidup semewah itu. Seorang wali adalah orang yang hidup sederhana dan pasti mengamalkan zuhud, yaitu sikap menjauhi dunia. Melihat kenyataan itu ia segera pulang tetapi di tengah jalan ia berjumpa dengan seorang pengendali kereta kuda yang mewah mempersilakan naik bersamanya. Dengan penuh rasa waswas akhirnya dia menerima tawaran tersebut. Dalam pembicaraan di atas kereta diketahui bahwa pengendali kereta itu tidak lain adalah Imam Abu Hasan As-Syadzili sendiri.

Mendengar penuturan tersebut Imam Abu Hasan kemudian memberikannya segelas minuman anggur alami pilihan. Dia sangat kagum kerana seumur hidupnya baru kali ini dia melihat dan menikmati anggur seperti itu. Akhirnya semua perhatiannya tertumpu pada gelas anggur tersebut.

Dia kuatir jika anggur tersebut tumpah atau gelasnya lepas dari genggamannya sehingga  dia tidak menikmati pemandangan dalam perjalanannya dengan kereta tersebut mengelilingi kota yang indah.

Setelah selesai mengelilingi kota, kereta itu berhenti di halaman rumah Imam tanpa disedari orang tersebut kerana dia terus saja memperhatikan anggur tersebut. Dia baru sedar setelah Sang Imam bertanya kepadanya,”Bagaimana pendapatmu mengenai perjalanan tadi apakah kamu dapat menikmati keindahan kota?” Orang itu tidak dapat menjawab apa-apa.

Sebelum dia menjawab Imam Syadzili melanjutkan kata-katanya,”Nah, antara kamu, keindahan kota dan anggur di tanganmu itu ibarat aku sendiri dengan hartaku dan Allah dalam batinku (qalbuku). Kerana perhatianku tertuju hanya kepada Allah, aku tidak pernah peduli apakah kota ini indah atau tidak.”

Orang itu baru memahami apa yang dilihat dan didengarnya. Ia bahagia kerana mendapatkan arti zuhud yang sesungguhnya dari Sang Imam.

Salasilah tarekat Syaziliyyah

Imam Abul Hasan asy-Syazili kemudian hari  menerima ijazah dan bai’at sebuah thoriqot dari asy Syekh Abdus Salam yang rantai silsilah thoriqot tersebut sambung-menyambung tiada putus sampai akhirnya berhujung kepada Allah SWT. Silsilah tariqat ini urutannya adalah sebagai berikut :

Beliau, asy Syekh al Imam Abil Hasan Ali asy Syadzily menerima bai’at thoriqot dari :

1. Asy Syekh al Quthub asy Syarif Abu Muhammad Abdus Salam bin Masyisy, Beliau menerima talqin dan bai’at dari

2. Al Quthub asy Syarif Abdurrahman al Aththor az Zayyat al Hasani al Madani, dari

3. Quthbil auliya’ Taqiyyuddin al Fuqoyr ash Shufy, dari

4. Sayyidisy Syekh al Quthub Fakhruddin, dari

5. Sayyidisy Syekh al Quthub NuruddinAbil HasanAli, dari

6. Sayyidisy Syekh Muhammad Tajuddin, dari

7. Sayyidisy Syekh Muhammad Syamsuddin, dari

8. Sayyidisy Syekh al Quthub Zainuddin al Qozwiniy, dari

9. Sayyidisy Syekh al Quthub Abi Ishaq Ibrohim al Bashri, dari

10. Sayyidisy Syekh al Quthub Abil Qosim Ahmad al Marwani, dari

11. Sayyidisy Syekh Abu Muhammad Said, dari

12. Sayyidisy Syekh Sa’ad, dari

13. Sayyidisy Syekh al Quthub Abi Muhammad Fatkhus Su’udi, dari

14. Sayyidisy Syekh al Quthub Muhammad Said al Ghozwaniy, dari

15. Sayyidisy Syekh al Quthub Abi Muhammad Jabir, dari

16. Sayyidinasy Syarif al Hasan bin Ali, dari

17. Sayyidina’Ali bin Abi Tholib, karromallahu wajhah, dari

18. Sayyidina wa Habibina wa Syafi’ina wa Maulana Muhammadin, shollollohu ‘alaihi wa aalihi wasallam, dari

19. Sayyidina Jibril, ‘alaihis salam, dari

20. Robbul ‘izzati robbul ‘alamin.

Setelah menerima ajaran dan baiat tarekat ini, dari hari ke hari Beliau merasakan semakin terbukanya mata hati beliau. Beliau banyak menemukan rahsia-rahsia Ilahiyah yang selama ini belum pernah dialaminya. Sejak saat itu pula Beliau semakin merasakan dirinya kian dalam menyelam ke dasar samudera hakekat dan ma’rifatulloh. Hal ini, selain berkat dari keagungan ajaran tarekat itu sendiri, juga tentunya kerana kemuliaan barokah yang terpancar dari ketaqwaan sang guru, asy Syekh Abdus Salam bin Masyisy, rodhiyAllahu ‘anh.

Abul Hasan Asy-Syadzili dan kopi

Suatu ketika Syaikh Abul Hasan mendatangi kediaman gurunya, Syaikh Abdullah Al-Masyisyi, di puncak suatu bukit untuk keperluan meminta ijazah doa untuk diwiridkan. Akan tetapi, oleh sang guru yang juga seorang wali yang keramat itu justru diperintahkan untuk menemui sahabat beliau, yang juga seorang wali yang keramat di Desa Syadzil.

Mendapat perintah itu, Syaikh Abul Hasan segera mohon izin beredar dari gurunya. Pada awalnya ia bermaksud untuk langsung pergi ke desa yang membutuhkan waktu satu bulan perjalanan kaki tersebut pada hari itu juga. Akan tetapi, kerana ada perhitungan lain, akhirnya beliau pergi pada keesokan harinya. Hal ini rupanya sudah diketahui oleh gurunya di Syadzil. Keesokan harinya, sampailah dia di Syadzil. Jarak satu bulan perjalanan, dengan karomahnya, ia tempoh tak lebih dari beberapa jam.

“Hai Abul Hasan, sebenarnya sudah sejak kelmarin saya tunggu kamu datang,” demikian sang syaikh membuka penjelasan, “wirid yang kamu inginkan itu cara mengamalkannya cukup berat, tetapi saya selalu sesuaikan dengan keadaan orang yang akan mengamalkannya. Kamu saya anggap cukup kuat, oleh kerananya, kamu saya buatkan syarat, amalkan wirid ini selama 40 malam berturut-turut tanpa batal wudlu. Dan kamu akan saya berikan kenang-kenangan. Namamu akan saya tambah dengan nama negeri ini menjadi ‘ Abul Hasan Asy-Syadzili ‘ .”

Syaikh Abul Hasan menerima anugerah dari gurunya yang karomah itu — dalam buku sumber tulisan ini tidak disebutkan namanya — dan langsung mohon diri.

Sewaktu dia mengamalkan wirid itu, beliau merasa lain dari biasanya. Wirid yang diijazahkan gurunya itu ternyata sangat berat diamalkan, tidak seperti mewiridkan doa-doa yang lain. Kadang-kadang pada malam terakhir beliau tak tahan ngantuk lalu tertidur, dan kerananya beliau harus memulainya lagi dari malam pertama. Begitu berulang-ulang. Akhirnya ia melaksanakan salat hajat mohon kepada Allah supaya bertemu dengan Baginda Nabi Muhammad saw. Doanya makbul, mimpinya didatangi Rasulullah.

“Wahai Rasulullah, saya diberi wirid oleh guru saya, tetapi sampai sekarang saya belum bisa menyelesaikan cara pengamalannya. Saya mohon petunjuk,” demikian katanya di dalam mimpi kepada Baginda Nabi SAW.

“Hai Abul Hasan, ini saya bawakan biji-bijian yang banyak terdapat di tempatmu, tetapi orang-orang belum tahu kegunaannya. Biji ini jemurlah, goreng kering-kering sampai menjadi arang, kemudian tumbuklah sampai lembut, dan sesudah itu baru kau bancuh dengan air mendidih. Air itulah yang kamu minum setiap malam, insya Allah kamu tidak akan mengantuk.”

Esoknya tahulah beliau bahwa biji yang ditunjukkan Baginda Nabi saw dalam mimpinya itu adalah biji kopi. Dia melaksanakan petunjuk Baginda Nabi saw hingga akhirnya menjadi orang pertama yang tahu gunanya biji kopi, yakni supaya kuat berjaga malam demi beribadah kepada Allah.

 Tapi dasar orang yang memiliki karomah, setelah mengambil biji kopi banyak-banyak, ia gorenglah biji-biji itu sampai kering. Api dinyalakan di bawah lutut, dan yang menjadi tungkunya adalah kedua lutut dan perutnya itu. Tangan kanannya untuk menggoyang biji kopi supaya pembakarannya rata, sedangkan tangan kirinya menjadi kipasnya. Sekalipun biji kopinya sudah menjadi arang, ia tidak merasa panas. Dan anehnya, pakaiannya sehelai pun di antara benangnya tidak terbakar, tidak pula kotor.

Sejak saat itu beliau dapat menahan wudhunya sampai 40 malam tanpa batal. Oleh karena itu, pantaslah bila kebiasaan orang-orang dahulu ketika hendak meminum kopi, mengirimkan pahala fatihah kepada Syaikh Abul Hasan Asy-Syadzili.

Kitab-kitab yang digunakan

Beliau mengajarkan ajaran Tasawuf kepada murid-muridnya dengan menggunakan 7 kitab; yaitu :

1. Khatam Al Auliyah karya Al Hakim At Tirmidzi ( menguraikan tentang masalah kewalian dan Kenabian )

2. Al Mawaqif wa Al Mukhatabah karya Syekh Muhammad bin Abdul Jabbar An Nifari ( menguraikan tentang kerinduan Tokoh sufi kepada Allah swt )

3. Qutub Qulub karya Abu Tholib Al Makki ( menguraikan pandangan tokoh sufi yang menjelaskan Syari’at dan hakikat bersatu )

4. Ihya Ulumuddin karya Imam Abu Hamid Muhammad Al Ghazali ( Paduan antara Syari’at dan Tasawuf )

5. Al Syifa’ karya Qadhi Iyadh ( dipergunakan untuk mengambil sumber Syarah-syarah dengan melihat tasawuf dari sudut pandang Ahli Fiqih )

6. Ar Risalah Qusyairiyah karya Imam Qusyairi ( dipergunakan beliau untuk permulaan dalam pengajaran Tasawuf )

7. Ar Muhararul Wajiz dan Al Hikam karya Ibnu Aththa’illah ( melengkapi pengetahuan dalam pengajian )

NASIHAT  IMAM ABUL HASSAN ALI ASY-SYAZILI

Al-Qutub ar-Rabbani al-'Arif al-Wali al-Imam al-Muhaqqiq Sayyid Abul Hasan Ali asy-Syazuli al-Hasani  radhiyallahu 'anhu, pengasas Tariqat Syaziliyyah berkata:

1) Tasawuf itu ialah melatih jiwa di atas dasar perhambaan serta mengembalikannya (supaya tunduk) kepada hukum-hakam Ketuhanan.

2) Jika anda melihat seseorang meninggi diri dengan ilmunya, maka jangan anda merasa aman dengan kejahilannya.

3) Jika anda melihat seseorang mendakwa selain daripada apa yang diucapkan oleh Nabi sallallahu 'alaihi wa alihi wasallam, maka orang itu ialah pembuat bida'ah.

4) Jika seorang sufi itu tidak melazimi sembahyang lima waktu secara berjemaah, maka jangan pedulikan dia.

5) Ada satu perkara yang boleh menghapuskan amalan. Kebanyakan orang tidak menyedari perkara ini. Perkara itu ialah marah terhadap ketentuan Allah Ta'ala. Allah 'Azza wa Jalla berfirman, mafhumnya: "Itu adalah disebabkan mereka benci terhadap apa yang telah diturunkan oleh Allah, lantas Dia menghapuskan amalan mereka." [Surah Muhammad:

6) Ilmu itu tidak akan bermanfaat jika disertai dengan empat perkara (iaitu):
- Cintakan dunia,
- Lupakan akhirat,
- Takutkan kefakiran,
- Takutkan manusia.

7) Jangan berterusan melakukan maksiat kerana orang yang melanggar batas-batas (yang telah ditetapkan oleh) Allah Ta'ala ialah orang yang zalim. Orang yang zalim tidak berhak menjadi pemimpin.

8.) Siapa yang meninggalkan maksiat, bersabar dengan ujian Allah Ta'ala serta yakin dengan janji-janji Allah, maka dia adalah pemimpin yang sebenar walaupun pengikutnya sedikit.

9) Jangan anda bersahabat kecuali dengan orang yang memiliki empat sifat (iaitu):
- Pemurah ketika miskin,
- Memaafkan kezaliman orang lain (terhadap dirinya),
- Bersabar di atas bencana,
- Redha terhadap ketentuan Allah Ta'ala (baik atau buruk).

10) Jika anda ingin memperolehi khusyuk (dalam ibadah), maka tinggalkan pandangan yang berlebihan. Jika anda ingin mendapat hikmah, maka tinggalkan ucapan secara berlebih-lebihan.

11) Jika anda ingin mengecapi kemanisan ibadah, maka tinggalkan makan secara berlebih-lebihan. Anda mestilah berpuasa, berqiyamullail dan bertahajud. Jika anda ingin dipandang hebat, maka tinggalkan gurauan dan ketawa (secara berlebihan) kerana kedua-duanya menjatuhkan kehebatan anda (pada pandangan manusia). Jika anda ingin disayangi (oleh orang ramai), maka tinggalkan keinginan (yang melampau) terhadap dunia.

12) Jika anda ingin memperbaiki keburukan diri sendiri, jangan mencari-cari keburukan orang lain kerana perbuatan ini adalah sebahagian daripada cabang nifaq sebagaimana berbaik sangka (terhadap orang lain itu) adalah sebahagian daripada cabang iman.

Sumber :
1.Ibn Abi al-Qasim al-Humairi: "Jejak-jejak Wali Allah"

2. MANAQIB SANG QUTUB AGUNG, Sejarah kehidupan sulthonul auliya’ is syayyidi syaikh Abil Hasan asy Syadzily

Saturday, March 14, 2020

Sidi Imam Ahmad Badawi


SYEIKH SIDI AHMAD BADAWI (RAH)

Masjid dan makam yang terletak di Tanta, Mesir ini, sering menjadi kunjungan jutaan manusia yang tidak lekang untuk menziarahi makam beliau dari kalangan para sufi, ulama' dan manusia keseluruhannya. Moga Allah Taala mengurniakan kita himmah dalam mengamalkan sunnah-sunnah Nabi yang mulia dengan memperbanyakkan selawat dan sentiasa berakhlak mulia.

Syeikh Ahmad Badawi berasal dari Kota Fas, Magribi. Seorang ulama sufi dan wali Allah yang sangat terkenal di dunia sufi ini lahir pada tahun 596 H. Nama sebenarnya Ahmad bin Ali Ibrahim bin Muhammad bin Abi Bakr al-Badawi. Berketurunan Nabi saw, karena nasabnya sampai kepada Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Talib, suami Saiyidah Fatimah binti Saiyidina Nabi Muhammad saw.

Keluarga Badawi bukan penduduk asli Fas. Mereka berasal dari Bani Bara, suatu kabilah Arab di Syam yang berhijrah tinggal di Negara Arab paling barat ini. Di sinilah semasa kecil Syeikh Ahmad Badawi menghafal al-Qur’an dan mengkaji ilmu-ilmu agama khususnya fekah Mazhab Syafie. Pada tahun 609 H ayahnya membawanya pergi ke tanah Haram bersama saudara-saudaranya untuk melaksanakan ibadah haji. Mereka tinggal di Makah selama beberapa tahun sampai ayahnya meninggal dunia pada tahun 627 H dan dimakamkan di Ma’la.

     

Syeikh Ahmad Badawi selalu mengenakan tutup muka. Suatu ketika berkhalwat selama empat puluh hari tidak makan dan minum. Waktunya dihabiskan untuk melihat ke langit. Tiba-tiba dia mendengar suara tanpa rupa (hatif), berkata: “Berdirilah !” lalu suara itu terus mengucapkan kata-kata, carilah tempat terbitnya matahari. Bila jumpa, carilah pula tempat terbenamnya matahari. Kemudian berpindahlah ke Tanta, satu Bandar di Gharbiyah, Mesir. Di sanalah tempatmu wahai pemuda”.

Suara tanpa rupa itu seakan membimbingnya ke Iraq. Di sana ia bertemu dengan dua orang wali Allah yang terkenal iaitu Syeikh Abdul Kadir Al Jailani dan Syeikh Ar Rifa’i. “Wahai Ahmad ” kata kedua orang wali Allah itu kepada Syeikh Ahmad Al Badawi seperti mengeluarkan arahan. ” Kunci-kunci rahsia wilayah Iraq, India, Yaman, as-Syarq dan al-Gharbiyah di genggaman kita. Pilihlah mana yang kamu suka “. Tanpa disangka-sangka Al Badawi menjawab, “Saya tidak akan mengambil kunci tersebut kecuali dari Zat Yang Maha Membuka.

Perjalanan selanjutnya adalah Mesir negeri para nabi dan ahli bait. Syeikh Ahmad masuk ke Mesir pada tahun 634 H. Di sana ia bertemu dengan Al Zahir Bibers dengan tenteranya. Mereka menyanjung dan memuliakan wali Allah ini. Namun takdir sudah menetukan ia harus melanjutkan perjalanan menuju tempat yang dimaksud oleh bisikan ghaib, Tanta, satu kota yang banyak melahirkan tokoh-tokoh dunia. Di Tanta Syeikh Ahmad Badawi menjumpai para wali, seperti Syeikh Hasan Al Ikhna`I, Syeikh Salim Al Maghribi dan Syeikh Salim Al Badawi. Di sinilah ia berdakwah, menyeru pada agama Allah, takut dan sentiasa berharap hanya kepadaNya.

Beliau laksana laut, diam tenang tapi dalam dan penuh dengan mutiara, itulah Syeikh Ahmad Al Badawi. Syeikh Matbuli berkata, “Rasulullah SAW bersabda kepadaku, ” Setelah Muhammad bin Idris As Syafe tidak ada wali di Mesir yang fatwanya lebih berpengaruh daripada Ahmad Badawi, Nafisah, Syarafuddin Al Kurdi kemudian Al Manufi. Syeikh Matbuli hidup bukan di zaman Rasulullah saw, dia mendapatnya dengan karamah kewaliannya.

Suatu ketika Ibnu Daqiq Eid mengutus Abdul Aziz Ad Darini untuk menguji Syeikh Ahmad Badawi dalam berbagai permasalahan. Dengan tenang dia menjawab, “Jawapan soalan-soalan itu terdapat dalam kitab ‘Syajaratul Ma’arif’ karya Syeikh Izzuddin bin Abdus Salam. Ertinya beliau juga amat menguasai ilmu-ilmu syariat malah menghafaznya.

Di Masjid Sidi Ahmad Badawi terletaknya lokasi Makam Syeikh Ahmad Badawi sendiri dan empat lagi Makam waliyullah, Masjid ini juga menyimpan bekas tapak kaki Rasulullah yang dikatakan dibawa oleh Sultan Salehuddin Al-Ayubi dari Madinah semasa zaman pemerintahan beliau, masjid ini juga mempunyai satu bilik keperluan Syeikh Ahmad Badawi sendiri yang menyimpan barang-barang keperluan Syeikh Ahmad Badawi serta janggut Rasulullah.

Antara barang yang tersimpan di dalam bilik keperluan Syeikh Ahmad Badawi:

1. Tasbih Syeikh Ahmad Badawi sepanjang 10 meter (999 biji sebesar biji tamar setiap satu)

2. Pakaian Syeikh Ahmad Badawi berwarna merah (20 kilogram)

3. Tongkat Syeikh Ahmad Badawi

4. Serban Syeikh Ahmad Badawi

5. Janggut Rasulullah

KARAMAH SYEIKH SAIYYIDI AHMAD BADAWI

Menurut kisah, antara karamah Syeikh Ahmad Badawi ialah mukanya bercahaya sehinggakan beliau melilit wajahnya sebanyak dua kali dngn serban beliau. Pada suatu ketika, seorng anak murid beliau meminta untuk melihat wajah Syeikh Ahmad Badawi tetapi, beliau menolak permintaan anak muridnya itu pada awalnya, atas desakan yang kuat, beliau membenarkn anak muridnya ini melihat wajah beliau. Semasa melihat wajah Syeikh Ahmad Badawi anak muridnya itu meninggal dunia kerana terkejut melihat wajah Syeikh Ahmad Badawi yang bercahaya. Semenjak peristiwa itu beliau tidak pernah membuka lilitan serbannya dan anak muridnya yang meninggal dunia itu diklasifikasikan sebagai mati syahid kerana meninggal dunia semasa menuntut ilmu.

       Karamah lahiriah bukanlah satu-satunya ukuran tingkat kewalian seseorang, tetapi tidak ada salah disebutkan beberapa karamah Syeikh Sidi Ahmad Badawi sebagai bukti betapa hebatnya orang-orang yang hampir jiwanya dengan Allah ini. Diantaranya seperti yang biasa kita dengar bahawa beliau ini sentiasa menutup wajahnya dengan kain dari pandangan manusia. Dalam masa yang sama, ia mempunyai pengikut yang ramai. Maka ramailah dikalangan orang-orang yang berhasad dengki, mengadu kepada pemerintah bahawa Syeikh Ahmad mengamalkan ajaran sesat, sebab itu dia menutup mukanya.

Sultan yang memerintah ketika itu memanggilnya ke istana untuk mengetahui dalam beberapa perkara dan memaksanya membuka kain penutup mukanya. Bila sahaja dibuka kain tersebut, memancarlah cahaya dari wajahnya yang sangat menyilaukan pandangan. Tahulah Sultan bahawa beliau adalah wali Allah. Setelah itu diketahui rahsia cahaya mukanya adalah kerana dia beramal dengan selawat yang dikenali selepas itu dengan ‘Selawat Badawi’.

Diceritakan ada seorang Syeikh yang hendak bermusafir. Sebelum bertolak dia meminta pendapat pada Syeikh Ahmad Badawi yang sudah berbaring tenang di alam barzakh. Nisbah lahir sudah meninggal dunia, sedangkan para wali tidak mati seperti orang biasa. Mereka hanya berpindah alam, roh mereka masih berperanan.

“Pergilah, dan tawakkallah kepada Allah SWT” tiba-tiba terdengar suara dari dalam makam Syeikh Ahmad Badawi.

Tersebut kisah Syeikh Ahmad Badawi suatu hari berkata kepada seorang laki-laki yang memohon panduan dalam perniagaannya. “Simpanlah gandum untuk tahun ini. Kerana harga gandum nanti akan melambung tinggi, tapi ingat, kamu harus banyak bersedekah pada fakir miskin”. Nasihatnya benar-benar dilaksanakan oleh laki-laki itu. Setahun kemudian dengan izin Allah kejadian itu terbukti benar. Ini memperlihatkan orang yang imannya sangat hampir dengan Tuhan mendapat sumber ilmu dari Tuhannya, tidak terbatas dengan persoalan akhirat semata-mata.

Pada tahun 675 H sejarah mencatat kehilangan tokoh besar yang mewarnai dunia Islam dengan cinta dan takut kepada Allah. Dengan kasih sayang sesama manusia. Syeikh Ahmad Badawi yang tidak pernah berkahwin ini berpindah ke alam baqa’ dekat dengan kekasihnya Allah swt. Jasadnya dikebumikan di Tanta, Mesir.

Beberapa waktu setelah pemergian wali pujaan ini, umat Islam seperti tidak tahan, menanggung rindu akan kehadirannya. Maka diadakanlah di hari ulang tahun kelahirannya, diadakan majlis merayakannya (maulid), maka sejarah mencatat, orang ramai datang umpama gelombang banjir dari berbagai tempat yang jauh. Kerinduan, kecintaan, pengabdian mereka tumpahkan pada hari itu pada sufi agung ini. Hal inilah kiranya yang menyebabkan sebagian ulama dan pegawai agama ditahun-tahun selepas itu cuba menghalang acara maulid ini untuk mengelakkan bid’ah kononnya. Ia terjadi hanya satu tahun sahaja. Tahun berikutnya perayaan diadakan kembali hingga sekarang.

       Pengorbanan seorang waliyullah ini patut diteladani oleh masyarakat islam terutamanya pemuda dan pemuda yang menjadi tunjang pembentukan islam sejati. Pengalaman ini telah menyedarkan saya untuk lebih lagi mengkaji mengenai sirah Rasulullah, para anbiya', sahabat dan waliyullah. Dengan mengetahui sejarah, dapatlah kita mengambil ibrah dari kisah-kisah hidup mereka yang terdahulu, berusaha dalam menegakkan agama Islam ini sehingga tidak terasing lagi di mata dunia dengan ketinggian akhlak dan keilmuanya. Mereka hidup hanyalah dengan berbekalkan cinta akan Allah itu, melebihi cinta akan dunia dan isinya.

Semoga Allah memberi kemenangan kepada umat Islam…





Friday, March 6, 2020

Kajian Kerajaan Sultan Sulaiman Shah Singgora

Penyelidikan 2: Kerajaan Melayu Singgora di Songkhla
S.M. Zakir
Songkhla di selatan Thailand, asal mulanya adalah kerajaan Melayu-Islam Singgora. Sejarah awal Singgora terdapat pada catatan awal China pada abad ke 6 dan 7 M. Singgora juga disebut Singor, Sanjura, Sanjur, Senggora, Sung-kra dan Sung-Ch’ia. Tersebut dalam Salasilah Sultan Sulaiman (Sai Sakun Sultan Sulaiman) dikisahkan tentang saudagar Parsi bernama Datuk Muzaffar dari Jawa Tengah (ada catatan lain menyebut Datuk Monggol) bermastautin di Sitingpra, Singgora.
Kemudian mereka berpindah ke Teluk Singgora pada tahun 1603 M dan mendirikan kerajaan Singgora Darussalam (Hua Khoa Deng). Sultan Muzaffar Syah yang mentadbir Singgora adalah seorang panglima tentera yang fasih selok-belok ketenteraan dan bijak dalam strategi pentadbiran. Tidak mustahil wilayah jajahan baginda semakin meluas meliputi Patalung (Pathalung) Terang (Trang) dan Setul (Satun). Ketika ini Singgora menjadi tumpuan pedagang Eropa, Arab, Parsi, China, Jepang dan nusantara.
Apabila Sultan Muzaffar Syah mangkat pada tahun 1618, baginda diganti oleh putranya Sultan Sulaiman Syah. Sultan Sulaiman meneruskan usaha-usaha ayahandanya dengan membina tembok-tembok pertahanan dan bedil-bedil. Baginda sadar, kemakmuran dan kemasyhuran Singgora akan mendatangkan cemburu musuh-musuhnya. Baginda juga berusaha menggali terusan yang menghubungkan Teluk Singgora di pantai timur dengan Laut Andaman di pantai barat. Namun usaha juga gagal kerana adanya banjaran gunung yang besar.
Sepanjang pemerintahan Sultan Sulaiman, Siam (Thailand) tidak henti-henti melakukan serangan dan pencerobohan. Namun semuanya gagal dengan izin Allah. Apabila baginda mangkat, diganti pula oleh putranya Sultan Mustaffa Syah. Ketika pemerintahan baginda, Siam menyerang Singgora habis-habisan. Angkatan Siam diketuai oleh Phraya Ranchodo dan raja Siam ketika itu Raja Narai Maharaj. Siam turut dibantu Portugis dan Belanda. Kerajaan Singgora dapat ditewaskan pada tahun 1687 M. Orang Melayu-Islam Singgora ditawan dan dibawa ke Ayuthia. Siam juga merampas sepucuk bedil kepunyaan Sultan Sulaiman.
Sultan Sulaiman dan dua adindanya Hassan dan Hussein dipindahkan ke Caiya (Cahaya). Sultan Sulaiman dilantik menjadi pemerintah Siam di Caiya dengan gelaran Phraya Picit Phalodi Sipicai Songkram, Hussein dilantik Raja Muda Caiya. Putra mahkota Singgora, Taufik dibawa ke Ayuhtia dan Hassan dilantik sebagai laksamana tentera Siam oleh Narai Maharaj.
Melalui Salasilah Sultan Sulaiman, baginda menyatakan terdapat kerabat dan waris baginda yang menganut agama Buddha ketika berada di bawah tekanan Siam. Hal ini terjadi pada tahun 1687, titik tolak keruntuhan kerajaan Singgora oleh kerajaan Siam. Ada catatan penulis Cina (1782) Hsieh Ch’ing Kao tentang Songkhla, asalnya kerajaan Singgora, sebuah negara Melayu-Islam.
Dikatakan bahawa penduduk Melayu tidak memakan daging babi dan ketika berjalan sentiasa membawa senjata keris. Kaum wanitanya bertutup kepala dan lelaki berseluar. Semasa bekerja mereka menutup tubuh sampai ke tubuh dengan pakaian yang dipanggil sha-long ( sarung ). Pada abad ke 19, orang Melayu telah hilang di Singgora ( Songkhla ) dan hanya meninggalkan Hua Khao Deng dan pelabuhan Lem Son sebagai kenang-kenangan.
Almarhum Amin Sweeney pernah menterjemahkan syair yang ditulis dalam bahasa Arab (ketika pemerintahan Sultan Sulaiman Syah tahun 1618) pada bedil baginda. Bedil itu sekarang tersimpan di Royal Chelsea Hospital, London. Riwayat bedil tersebut berada di London adalah seperti berikut. Semasa tentera Siam mengalahkan Singgora pada tahun 1689 M, bedil tersebut telah dirampas dari Sultan Sulaiman dan dibawa ke Ayuthia. Bedil tersebut digunakan oleh Siam untuk memerangi Burma (Myanmar) sehingga Ayuthia tewas oleh Burma pada tahun 1767.
Bedil itu kemudian dibawa ke Burma sebelum dirampas pula oleh Inggeris dalam perang Inggeris-Burma. Pada tahun 1886, bedil itu dibawa pulang ke England. Begitulah bangsa-bangsa yang kononnya bijak dan kuat berebutan bedil buatan Melayu. Bedil itu bermatlumat sedemikian. Ukuran berat yang tercatat pada larasnya ialah 1 bandar, 2 pikul dan 4 kati. Bertarikh Isnin 4 Zulkaedah 1063 H bersamaan 26 September 1653 M.
Terdapat catatan dalam bahasa Burma. Diperolehi semasa menawan Dwarawati (Siam) pada tahun 1125 H atau 1766 M. Keistimewaan diskripsi bedil ini ditulis dalam bentuk syair Melayu-Arab dan diyakini merupakan syair tertua pernah tercatat pada bedil. Menurut sejarah bedil itu dipunyai Singgora selama 34 tahun, di Siam selama 79 tahun, di Burma 120 tahun dan di England lebih 120 tahun. Demikianlah keagungan Melayu-Islam Singgora yang cuba dihapuskan sejarahnya oleh maling-maling dunia.
Berikut adalah terjemahan Alm. Amin Sweeney syair yang terdapat pada bedil tersebut.
ya dha l-awwali wa’l-ilm
ya dha l-haqqi wa’n-ni’am
ya dha l-jadli wa’l-kiram
ya dha l-ba’si wa’n-niqam
Hadrat Ahmad Arabi nasab
Akan Tuhan dhatnya amat ajaib
Dengan bahasa ia ‘ilmu dan adab
Maha ketika dengan bahasa Arab
Ya man ghafurun wa ghaffar
Ya man shakurun wa saffar
Wa ‘lishurna ma’a ‘l-abrar
Subhana Allah, Allhu Akbar
Bedil diperbuat adalah sudah
Menyucap syukur ke hadrat Allah
Jadikan tanda meninggalkan mannah
Akan membunuh kafir ‘alayhi ‘l-la’nah
Ingat-ingat engkau hai anak dagang
ke tanah juga kita akan pulang
tuntuti olehmu ghazi berperang
janji Tuhan ke jannat datang
Darus-salam jannat juga
jannat tempat rahmat juga
penuh dengan nikmat juga
duduk kekal dengan suka juga
Daulat tuanku sebagai datang
seperti sabak air yang pasang
di taufiqi ‘Llahi rabbi l’-alam
dan binuri ‘l-iman tatkalanya datang
Jahat bebal hamba latehan
berbuat meriam dihadirkan
akan kafir syirik zalim ke neraka jahanam
akan dipandang sahabat meninggalkan zaman